
Jakarta, MCP — Kasus pengeroyokan siswa SMAN 70 Jakarta oleh kakak kelasnya menjadi sorotan. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto mengungkapkan adanya tradisi ‘jeres’ di balik aksi pengeroyokan tersebut.
Hal itu diungkapkan Kak Seto saat menemui para pelaku di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (8/7) kemarin. Kak Seto menjelaskan tradisi ‘jeres’ merupakan kegiatan kumpul-kumpul yang diadakan adik kelas dengan jumlah 20 orang.
Perjanjiannya adalah, kalau jumlah tersebut tidak tercapai, akan melakukan ‘jeres’ atau dipukul hingga lebam-lebam. Inilah yang kemudian memunculkan kasus pengeroyokan tersebut.
“Si junior itu mengatakan udah komitmen, ‘oke boleh, saya sanggup, bisa, kok’ ternyata yang kumpul hanya 3 orang, artinya sudah memenuhi komitmennya siap dijeres, setiap ditanya dipukul-pukul lebam-lebamlah,” jelas Kak Seto.
Kak Seto mengatakan ‘jeres’ sudah menjadi semacam tradisi di SMAN 70 Jakarta. Sudah semestinya tradisi yang bersifat negatif ini dihilangkan di dunia pendidikan.
“Apa ya (jeres itu) hukuman atau apalah, intinya sayang juga memang sudah tradisi dari SMA 70. Ini nantinya sudah menjadi dinas pendidikan supaya tradisi bullying mohon dengan tegas dihentikan. Jadi harus diciptakan sekolah ramah anak, bebas dari bullying, bebas berbagai tindakan termasuk dengan jeres ini,” tuturnya.
“Mohon untuk tradisi ini bisa dihentikan. Tradisi jeres jadi sesuatu tidak ditepati boleh dipukulin,” tambahnya.
6 Pelaku Menyesal
Seto sempat berbincang dengan para pelaku pengeroyokan tersebut. Mereka mengaku menyesali perbuatannya.
“Kami menemui 6 anak dari pelaku kasus bullying SMA 70, intinya dia sangat menyesal,” ujar Kak Seto.
Kak Seto menyebut akan mengupayakan mediasi antara pelaku dan korban. Merujuk pada UU Perlindungan Anak, Kak Seto menilai penyelesaian kasus tersebut bisa diupayakan mediasi.
“Anak-anak sudah lulus sedang menanti masuk ke perguruan tinggi. Satu sudah diterima di salah satu PTN bergengsi di Indonesia dan harus segera mulai kuliah tapi sudah 18 hari berada di sini, tapi mungkin akan diperpanjang dua bulan lagi dan sebagainya,” jelas Kak Seto.
“Jadi kan kita ada UU sistem peradilan pidana anak di mana kalau masih tergolong anak itu mohon dilakukan dengan cara-cara mediasi tidak dengan cara pemidanaan seperti ini,” lanjutnya.
Setelah ini Kak Seto berencana mendatangi SMAN 70 dan Sudisdik Jakarta Selatan. Hal ini dilakukan untuk kebaikan anak-anak tersebut.
“Jadi saya kira kami akan menghadap ke sekolah dan juga Disdik seberapa jauh langkah-langkah ini agar tetap pada kepentingan terbaik bagi anak,” jelasnya.
Diketahui, seorang siswa SMAN 70 Jakarta dikeroyok oleh 6 kakak kelasnya. Wacana penyelesaian kasus pengeroyokan ini secara kekeluargaan masih terus diupayakan.
“Jadi proses tersebut sudah dilakukan. Namun syaratnya harus ada kesepakatan kedua pihak dan ini sedang terus diupayakan,” kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, seperti dilansir Antara, Rabu (6/7).
Pengeroyokan tersebut terjadi pada Mei 2022. Polisi sempat menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap salah satu tersangka bernama Damara Altaf Alawdib (18).
Damara Altaf Alawdib saat ini telah ditangkap polisi di Jakarta. Damara Altaf Alawdib bersama lima tersangka lainnya juga telah ditahan polisi.
[…] Ngeri Tradisi ‘Jeres’ di Balik Pengeroyokan Siswa SMAN 70 Jakarta […]