
Jakarta, MCP — Pasukan muslim pernah mengepung benteng Yahudi yang terkenal kokoh di wilayah Khaibar, Madinah pada 629 M.
Di masa itu, Nabi Muhammad dan pasukannya tengah gencar menyebarkan Islam di Madinah. Namun, Khaibar bukan kota yang mudah ditembus.
“Bahaya yang terbesar adalah kota Khaibar, tempat bermukim kaum Yahudi yang sangat membenci Islam,” kata Martin Lings dalam buku berjudul Muhammad.
Khaibar juga merupakan wilayah yang subur dan memiliki air berlimpah. Hamparan luas perkebunan kurma dan buah-buahan lain menjadi komoditas utama bagi orang-orang Yahudi di sana.
Oleh sebab itu, perang tersebut menjadi pertempuran paling sengit antara pasukan Muslim dan orang-orang Yahudi.
Latar belakang perang
Khaibar saat ini merupakan bagian dari Provinsi Madinah, Kerajaan Arab Saudi.
Di Madinah terdapat sejumlah kabilah Yahudi yang dominan yakni bani Al Qainuqa, Bani Al Nadir, dan Bani Quraizhah.
Saat Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, sejumlah tokoh penting mulai memeluk Islam. Konflik pun muncul.
Salah satu imbas perselisihan itu, Bani Al Nadir terusir dari Kota Madinah pada 625 masehi dan menetap di Khaibar, 153 kilometer di utara Kota Madinah.
Baca juga : 4 Kebiasaan Masa Muda Presiden RI Pertama Soekarno, Patut Ditiru Pelajar dan Mahasiswa,
Usai ditendang, pemimpin Al Nadir mengumpulkan kaum Yahudi untuk melawan Nabi, termasuk menyogok tukang sihir.
Di sisi lain, perang sipil kerap terjadi di Khaibar. Melihat Khaibar yang seperti itu, Nabi menilai harus melakukan sesuatu agar Madinah mendapat perdamaian.
Rencana pasukan Nabi Muhammad menyerang benteng Yahudi pun beredar luas. Terlebih, muncul kabar mereka tak dibantu Suku Badui, sehingga pasukan Muslim lebih sedikit dan kemungkinan kalah dalam perang.
Benteng Yahudi Khaibar yang Kokoh

Sementara itu, kekuatan Khaibar juga sudah menjadi rahasia umum. Mereka tangguh, percaya diri, dan siaga tempur.
BAaca juga : Doa Para Nabi Yang Mustajab
Benteng mereka juga terkenal amat kokoh, apalagi dibangun di atas bukit tinggi yang curam. Kaum Yahudi memang dikenal sebagai bangsa yang pintar dalam membangun benteng-benteng kokoh dan amat sulit ditembus musuh-musuhnya.
Meski beredar kabar serangan, Khaibar tak meminta bala bantuan.
Namun, salah satu pemimpin di Khaibar, Kinanah, mendekati Suku Gathafan untuk bernegosiasi. Ia menawarkan setengah panen kurma di tahun itu asal mereka bersedia mengirim tentara untuk melawan pasukan Muslim.
“Mereka setuju dan menjanjikan pasukan berkekuatan 4.000 orang,” tulis Martin.
Total pasukan Yahudi yang siap tempur mencapai 14 ribu orang. Namun, menurut berita Madinah, tentara yang maju ke garis depan hanya 1.600 orang.
Pasukan Muslim akhirnya bergerak menuju Khaibar. Di tengah perjalanan, Nabi Muhammad meminta Ibn al-Akwa atau Aslam menyanyikan lagu. Suatu yang lazim suku Badui mengalunkan lagu-lagu sendu dan melankolis.
Baca juga : Dipecat Karena Langkahi Siswa Sedang Salat
Nabi kemudian sampai di depan benteng Khaibar pada malam hari. Kedatangan mereka demikian tenang sehingga tak ada seorang pun yang mengetahui.
Barulah saat pagi, kesunyian itu mulai pecah. Orang-orang di benteng yang hendak beraktivitas ramai-ramai berteriak, “Muhammad dan pasukannya!”
Nabi lalu berteriak, “Allahu Akbar Kharibat Khaybar [Khaibar ditaklukan].”
Kaum Yahudi kemudian menggelar pertemuan darurat dewan perang.
Perang Sepekan
Di hari pertama, pasukan Yahudi tak membalas serangan. Mereka tetap bertahan di benteng. Ini salah satu taktik menguji pihak lawan di zona yang tak dikuasai.
Selama beberapa hari tak ada kemajuan. Namun, di hari keenam, Nabi meminta Umar bin Khattab untuk mengawasi situasi dan kondisi. Di sisi lain, pasukan Muslim juga berhasil menangkap mata-mata.
Sebagai tebusan, dia memberi tahu benteng mana saja yang bisa mudah ditaklukan. Ia juga menyarankan agar dimulai dari benteng tak dijaga ketat dan benteng yang menyimpan senjata.
“Keesokan harinya, benteng itu direbut dan mesin-mesin di bawa untuk digunakan pada penyernagan berikutnya,” lanjut Lings dalam bukunya.
Satu per satu benteng betul-betul dikuasai pasukan Nabi. Namun, masih beberapa benteng yang dijaga ketat, salah satunya Benteng Na’im.
Di benteng itu, pasukan Yahudi keluar dengan kekuatan besar, serangan dibalas serangan. Di tengah pertempuran sengit itu, Nabi optimistis pasukan muslim akan meraih kemenangan.
Berita lainnya :
- Waka 1 Bidang Organisasi dan Keanggotaan Lakukan Konsolidasi Rayon GM FKPPI Se-Kabupaten Bandung
- Kaya dan Miskin, ini 5 Kebiasaan dan Pola Pikir yang Membedakannya
- Tilang Manual di Kabupaten Bandung, 45 Pengendara Ditilang
- Presiden Jokowi Resmikan Jembatan Kretek II Bantul DIY
- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Pidana Kecil Diselesaikan di Tingkat Desa /Penyelesaian Non Ligitasi
Di hari ketujuh, Nabi memberikan bendera hitam berukuran besar kepada Ali bin Abi Thalib. Ia dan para sahabat kemudian berdoa agar diberi kemenangan.
Ali memimpin pasukan pada penyerangan terakhir, dan mendesak mundur pasukan musuh. Namun, sebetulnya banyak tentara Yahudi yang melarikan diri lewat pintu belakang.
Pasukan Muslim mengepung benteng paling kokoh Zubayr, selama tiga hari. Salah satu di antara mereka lalu mengatakan ada salah satu benteng yang memiliki sumber mata air.
Benteng yang menjadi pertahanan umat Yahudi adalah Qomus. Benteng ini dimiliki keluarga Kinanah.
Kinanah lalu menawarkan diri untuk bernegosiasi dengan Nabi. Mereka sepakat tak ada satu pun pasukan yang dibunuh atau ditawan. Pasukan Yahudi juga harus meninggalkan Khaibar dan seluruh harta bendanya tanpa terkecuali.
(aydr)
